Sebuah Tinjauan Awal
Setelah kurang lebih satu dasawarsa industri perkopian berkutat pada gelombang ke tiga (third wave coffee), kini kita dihadapkan babak baru yang dikenal dengan gelombang kopi ke empat (fourth wave coffee).
Gelombang ke empat masih berkecimpung dalam ranah kopi spesialti. Hanya
saja pada gelombang ke empat hubungan rantai nilai kopi, mulai dari
perkebunan, penyangraian, hingga penyeduhan lebih komunikatif dan
transparan. Kualitas kopi, kualitas hidup petani, serta kepuasan
konsumen tersinergi dalam fourth wave coffee.
Pola komunikasi rantai nilai dalam industri kopi bisa dibilang cukup rumit. Dalam hal ini, seorang roaster memegang peran tak hanya penting, melainkan vital. Menurut Ben Mann, dalam “Entering the “fourth wave” of Specialty Coffee“, demi meningkatkan kualitas produksi yang berkelanjutan, seorang roaster harus menjalin komunikasi secara kontinu kepada eksportir dan petani. Seorang roaster wajib memberikan edukasi tentang rasa dan kualitas kopi kepada petani, menunjukkan nilai uji cita rasa (cupping scores), profil rasa, serta bagaimana meningkatkan kualitas panen di masa mendatang.
Tak hanya berurusan dengan petani dan eksportir, roaster menjadi penyambung informasi kepada barista. Roaster diharapkan mampu menceritakan kepada barista soal segala aspek yang berkaitan dengan kopi mulai dari biji kopi hingga disangrai serta hal-hal terkait sejarah asal kopi di mana ia dibudidayakan oleh petani. Roaster yang baik mencatat dan menentukan profil sangrai yang tepat dari setiap feedback konsumen yang ia peroleh melalui barista. Dalam membuat profil sangrai yang tepat tak cukup hanya menyangrai satu atau dua kali saja, sehingga dibutuhkan bahan baku (green bean) yang tidak sedikit. Wajar jika para roaster profesional di Amerika dan Eropa yang lazim menggunakan mesin sangrai dengan kapasitas 12 kg, tetap memiliki mesin sample roaster berkapasitas 100 sd. 300 gram. Hal ini dilakukan agar tak banyak uang yang terbuang bersamaan dengan kopi yang gagal disangrai sesuai keinginan konsumen atau dalam melakukan eksperimen penelusuran profil sangrai.
Sebelumnya, perlu dicatat bahwa saya bukanlah seorang roaster profesional. Ini merupakan pengalaman pertama saya menyangrai kopi menggunakan mesin sangrai manual. Saya mulai menyalakan Quest M3 Coffee Roaster dengan memutar tombol power yang juga berfungsi sebagai penghitung waktu mundur (timer controller). Dalam 45 menit, Quest M3 akan mati secara otomatis ditandai dengan denting yang cukup keras jika kita lalai karena terlalu sibuk dengan kegiatan lainnya. Untuk melakukan pemanasan mesin, saya menambah suhu dengan memutar ampermeter hingga 4,5 volt atau kurang lebih menghasilkan 990 watt. Sebanyak 250 gram biji kopi saya masukkan saat suhu mencapai 185 derajat Celsius.
Dari kaca yang terdapat di bagian depan drum, nampak jelas perubahan yang terjadi pada biji kopi. Suhu drum turun ketika beras kopi dimasukkan. Setelah proses penyangraian berlangsung selama 1,5 menit, suhu mulai naik 1 derajat Celsius per 6 detik. Sesekali saya mengambil biji kopi melalui panel (sample tryer) untuk melihat perubahan warna dan aroma, sambil tetap memerhatikan perubahan suhu dan melakukan pengaturan daya listrik dan air flow. Biji kopi mulai berubah warna menjadi kuning-kecokelatan. Aroma kopi mulai memenuhi ruangan saat proses sangrai hendak memasuki tahap akhir. Letupan pertama (first crack) mulai terdengar dan, sejurus kemudian saat suhu menunjukkan 219 derajat Celsius, dengan sigap saya mengeluarkan kopi dari drum. Asap mengepul keluar dari biji kopi berwarna cokelat kehitaman. Setelah itu, kopi didinginkan dengan menaruh kopi yang tersangrai di bagian belakang selama tiga menit, sebelum disimpan untuk dikonsumsi.
Quest M3 Coffee Roaster (220 v) dirancang bagi para roaster di negara-negara yang menggunakan tegangan 220 voltase seperti Indonesia. Saat ini mesin sangrai yang dibuat satu per satu di bengkel kecil Taiwan tersebut sudah tersedia di Indonesia. Untuk memiliki mesin sangrai yang memiliki kemampuan seperti shop roaster dalam versi mini, Quest M3 dibanderol 18 juta rupiah oleh distributornya di Indonesia. Di berbagai forum kopi internasional seperti homeroaster, home-barista, sweetmaria’s, Quest M3 Coffee Roaster merupakan mesin sangrai yang banyak direkomendasikan. Karena selain dapat digunakan untuk sample roasting sebanyak 75-150 gram, ia juga bisa digunakan untuk menyangrai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahan dan kebutuhan usaha kopi dalam skala sangat kecil.
______________________________________________________
Ini tulisan pertama saya di Bincangkopi.com
Pola komunikasi rantai nilai dalam industri kopi bisa dibilang cukup rumit. Dalam hal ini, seorang roaster memegang peran tak hanya penting, melainkan vital. Menurut Ben Mann, dalam “Entering the “fourth wave” of Specialty Coffee“, demi meningkatkan kualitas produksi yang berkelanjutan, seorang roaster harus menjalin komunikasi secara kontinu kepada eksportir dan petani. Seorang roaster wajib memberikan edukasi tentang rasa dan kualitas kopi kepada petani, menunjukkan nilai uji cita rasa (cupping scores), profil rasa, serta bagaimana meningkatkan kualitas panen di masa mendatang.
Tak hanya berurusan dengan petani dan eksportir, roaster menjadi penyambung informasi kepada barista. Roaster diharapkan mampu menceritakan kepada barista soal segala aspek yang berkaitan dengan kopi mulai dari biji kopi hingga disangrai serta hal-hal terkait sejarah asal kopi di mana ia dibudidayakan oleh petani. Roaster yang baik mencatat dan menentukan profil sangrai yang tepat dari setiap feedback konsumen yang ia peroleh melalui barista. Dalam membuat profil sangrai yang tepat tak cukup hanya menyangrai satu atau dua kali saja, sehingga dibutuhkan bahan baku (green bean) yang tidak sedikit. Wajar jika para roaster profesional di Amerika dan Eropa yang lazim menggunakan mesin sangrai dengan kapasitas 12 kg, tetap memiliki mesin sample roaster berkapasitas 100 sd. 300 gram. Hal ini dilakukan agar tak banyak uang yang terbuang bersamaan dengan kopi yang gagal disangrai sesuai keinginan konsumen atau dalam melakukan eksperimen penelusuran profil sangrai.
Menjajal Quest M3 Coffee Roaster
Beberapa waktu lalu, saya mencoba menyangrai kopi Benteng Alla menggunakan sample roaster buatan Taiwan, yaitu Quest M3 Coffee Roaster. Ia merupakan mesin sangrai dengan kapasitas maksimal 300 gram yang menggunakan listrik sebagai sumber panas. Secara keseluruhan mesin roasting ini berbahan dasar stainless steel dengan total berat 10 kg. Quest M3 Coffee Roaster merupakan mesin sangrai yang dioperasikan sepenuhnya manual, tanpa tombol preset untuk profil dan pendingin otomatis laiknya Behmor. Melalui pengaturan suhu dan aliran udara (air flow) dalam drum secara manual kita bisa menggali lebih banyak kekayaan rasa dan aroma dari kopi.Sebelumnya, perlu dicatat bahwa saya bukanlah seorang roaster profesional. Ini merupakan pengalaman pertama saya menyangrai kopi menggunakan mesin sangrai manual. Saya mulai menyalakan Quest M3 Coffee Roaster dengan memutar tombol power yang juga berfungsi sebagai penghitung waktu mundur (timer controller). Dalam 45 menit, Quest M3 akan mati secara otomatis ditandai dengan denting yang cukup keras jika kita lalai karena terlalu sibuk dengan kegiatan lainnya. Untuk melakukan pemanasan mesin, saya menambah suhu dengan memutar ampermeter hingga 4,5 volt atau kurang lebih menghasilkan 990 watt. Sebanyak 250 gram biji kopi saya masukkan saat suhu mencapai 185 derajat Celsius.
Dari kaca yang terdapat di bagian depan drum, nampak jelas perubahan yang terjadi pada biji kopi. Suhu drum turun ketika beras kopi dimasukkan. Setelah proses penyangraian berlangsung selama 1,5 menit, suhu mulai naik 1 derajat Celsius per 6 detik. Sesekali saya mengambil biji kopi melalui panel (sample tryer) untuk melihat perubahan warna dan aroma, sambil tetap memerhatikan perubahan suhu dan melakukan pengaturan daya listrik dan air flow. Biji kopi mulai berubah warna menjadi kuning-kecokelatan. Aroma kopi mulai memenuhi ruangan saat proses sangrai hendak memasuki tahap akhir. Letupan pertama (first crack) mulai terdengar dan, sejurus kemudian saat suhu menunjukkan 219 derajat Celsius, dengan sigap saya mengeluarkan kopi dari drum. Asap mengepul keluar dari biji kopi berwarna cokelat kehitaman. Setelah itu, kopi didinginkan dengan menaruh kopi yang tersangrai di bagian belakang selama tiga menit, sebelum disimpan untuk dikonsumsi.
Quest M3 Coffee Roaster (220 v) dirancang bagi para roaster di negara-negara yang menggunakan tegangan 220 voltase seperti Indonesia. Saat ini mesin sangrai yang dibuat satu per satu di bengkel kecil Taiwan tersebut sudah tersedia di Indonesia. Untuk memiliki mesin sangrai yang memiliki kemampuan seperti shop roaster dalam versi mini, Quest M3 dibanderol 18 juta rupiah oleh distributornya di Indonesia. Di berbagai forum kopi internasional seperti homeroaster, home-barista, sweetmaria’s, Quest M3 Coffee Roaster merupakan mesin sangrai yang banyak direkomendasikan. Karena selain dapat digunakan untuk sample roasting sebanyak 75-150 gram, ia juga bisa digunakan untuk menyangrai untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumahan dan kebutuhan usaha kopi dalam skala sangat kecil.
______________________________________________________
Ini tulisan pertama saya di Bincangkopi.com
Komentar
Posting Komentar