Langsung ke konten utama

8 Tips Menulis Novel Fiksi ala Paulo Coelho




Bagi Anda para pecinta fiksi mistik, sufistik atau filosofis, tentu tak asing dengan nama penulis berdarah Amerika Latin, Paulo Coelho. Dari tangannya, terlahir karya masyhur seperti; The Alchemist, The Zahir, The Witch of Portobello, Eleven Minutes, The Winner Stands Alone dan sebagainya. Karya-karyanya telah terjual lebih dari 100 juta kopi, diterjemahkan dalam 67 bahasa di 150 negara di dunia, termasuk bahasa Indonesia.

Dalam web blog pribadinya, Coelho berbagi tips cara menulis buku atau novel sebagaimana pengalamannya selama ini kepada para penggemarnya. Berikut adalah beberapa cara yang perlu harus lakukan:

Pertama, Keyakinan. Anda tidak bisa menjual buku yang diterbitkan berikutnya jika kita memandang rendah buku yang baru saja Anda terbitkan. Jadi, berbanggalah dengan apa yang Anda miliki.

Ke dua, Percaya. Percayalah kepada pembaca, jangan menjelaskan sesuatu terlalu detail. Cukup beri petunjuk dan, biarkan para pembaca memenuhi petunjuk tersebut dengan imajinasi mereka sendiri.

Ketiga, Pengalaman.  Anda tidak bisa memulai sesuatu berangkat dari ruang yang kosong. Ketika menulis sebuah buku, gunakanlah pengalaman Anda.

Ke empat, Kritik. Beberapa penulis ingin menyenangkan rekan-rekan mereka sesama penulis, mereka ingin “diakui”. Ini menunjukkan rasa tidak aman dan tidak ada lagi. Lupakan hal ini. Anda harus peduli untuk berbagi jiwa dan bukan untuk menyenangkan penulis lain. Anda diperkenankan mengkritik ataupun dikritik.

Ke lima, Membuat Catatan. Jika sibuk menangkap ide-ide yang ada, Anda sendiri akan lenyap. Anda akan kehilangan emosi dan lupa bagaimana menjalani hidup Anda sendiri. Lupakan mencatat! Karena hal yang penting adalah hal yang tidak penting itu sendiri.

Ke enam, Penelitian. Jika Anda membuat buku dengan banyak catatan penelitian, buku Anda akan membosankan untuk Anda sendiri dan para pembaca. Novel yang Anda buat bukan untuk menunjukkan betapa cerdas Anda. Ia menunjukkan bagaimana jiwa Anda.

Ke tujuh, Penulisan. Saya menulis buku yang ingin saya tulis. Pada kalimat pertama terdapat benang yang akan membawa Anda hingga akhir cerita.

Ke delapan, Gaya. Jangan sekali-kali mencoba untuk berinovasi bercerita, menceritakan sebuah cerita yang bagus dan itu ajaib. Saya melihat orang-orang mencoba untuk bekerja begitu banyak dalam gaya, mencari cara yang berbeda untuk mengatakan hal yang sama. Ini seperti fashion. Gaya pakaian, tetapi pakaian yang dikenakan tidak mendikte apa yang ada di dalamnya.

Demikianlah petuah dari Coelho. Semoga bermanfaat bagi rekan-rekan para pecinta dunia tulis di Indonesia.

Silahkan kunjungi www.korpusdata.com untuk mengakses tulisan saya lainnya.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah dan Khittah PPMI Assalaam

Sejarah Berdiri PPMI Assalaam Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam merupakan karya besar yang lahir dari kegiatan pengajian keluarga. Bermula dari kecintaan H. Abdullah Marzuki dan istri, Hj. Siti Aminah, terhadap kegiatan pengajian keislaman Bapak H. Abdullah Marzuki di sela-sela kesibukan mengelola bisnis penerbitan Tiga Serangkai (TS), beliau mengajak semua keluarga, termasuk keluarga pegawai TS, untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pengajian demi meningkatkan kualitas Ilmu, iman, Islam, dan amal saleh. Di lihat dari latar belakang keluarga, sejak awal keluarga H. Abdullah Marzuki memiliki komitmen yang tinggi terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Sebelum terjun ke dunia penerbitan dan percetakan, beliau dan istri sudah menjalankan profesi sebagai guru ( mu’allim ). Jiwa mendidik ini menggelora dan mendarah daging dalam urat nadi keluarga beliau sehingga di mana pun beliau berada selalu peduli terhadap pendidikan. Kepedulian beliau terhadap pendidika...

Dualisme-Cartesian; Dalam Perdebatan Para Filosof

Dualisme-Cartesian; Dalam Perdebatan Para Filosof [i] Oleh: Ngabdulloh Akrom Abstraksi Keterpilahan antara kesadaran [mind] dan materi [matter]—dualisme cartesian—dianggap ikut bertanggung jawab terhadap munculnya pelbagai krisis global, seperti krisis ekologi, kekerasan, konflik yang makin mengental, reifikasi, alienasi, dan dehumanisasi. Fenomena ini juga tidak dapat lagi dugunakan untuk memahami fenomena-fenomena fisis, biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang saling terkait satu sama lain. [ii] Sekilas melihat, begitu mengerikan dampak dari dualisme-cartesian. Karena pernyataan di ataslah penulis ingin mengkaji lebih terperinci mengenai dualisme-cartesian. Dalam makalah ini, penulis mencoba melihat secara kritis apa itu dualisme-cartesian, dan membandingkan pemikiran antara Descartes, Hobbes, Locke dan Leibniz mengenai dualisme-cartesian. Untuk sistematika penulisannya, penulis melihat bagaimana pemikiran Descartes mengenai hubungan antara ji...