Langsung ke konten utama

Kursi Gila!

Sahdan. Jauh di tengah hutan Kalimantan, para binatang sedang bergosip ria tentang manusia. Berbeda dengan ibu-ibu rumah tangga yang sibuk ngobrolin infotaiment, bangsa binatang berdiskusi mengenai wacana politik. Biasa di luar memang. Eitz, luar biasa maksudnya. Kalau Afrika punya Amazon, Indonesia punya hutan yang tak kalah luasnya di Kalimantan. Kira-kira demikian hutan Kalimantan punya cerita:
Kancil sebagai figur yang terkenal karena dengan kecerdikannya memulai pembicaraan panas tersebut.
“Saudara-saudara sebangsa binatang. Pernahkah kalian mendengar virus kursi gila yang menimpa bangsa manusia? Tidakkah saudara-saudara sadari bahwa belakangan, dalam dunia manusia, telah menyebar virus super ganas.” Kata si Kancil sambil menghentakkan kakinya sembari membuka matanya lebar-lebar, menatap setiap wajah di sekelilingnya.

“Sudah kuduga, tak ada yang tahu di antara kalian semua. Baiklah. Virus ini bisa mematikan daya kepekaan sesama manusia. Lebih gilanya, virus ini bisa membuat Anda menjadi sangat rakus. Menurut isu yang berkembang, virus ini hanya berada dikalangan politikus. Yakni mereka yang berlomba-lomba merebutkan sebuah kursi. Tentu saja ini bukan sembarang kursi.”

Ealah, orang cuma kursi aja kok dibuat rebutan, apa memang nggak ada yang lain apa.” Sahut Bunglon sembari berpindah dari satu dahan kedahan lainnya.

“Sssttt… Jangan salah. Sebab kursi yang satu ini, bisa membuat manusia kehilangan kewarasannya. Untuk mendapatkan kursi tersebut, mereka rela menjual segala yang dimilikinya, bahkan harga dirinnya. Anehnya, walaupun begitu banyak korban stres akibat perebutan kursi tersebut, masih saja mereka mengikuti kompetisi perebutan kursi gila itu. Konon, ada satu wilayah di pulau Jawa sebelah Barat sana, sebanyak 500 orang berebut 50 kursi. Bayangkan! Tentunya saudara-saudaraku bisa menghitung sendiri tho. Berapa orang yang akan stres karena nggak dapat jatah kursi. Gila kan!?”

“Mantab! Kursi saja bisa bikin snewen! Lalu bagaimana bung Cil, apa mungkin virus semacam itu bisa menyebar kebangsa kita? Tanya si Monyet yang sejak semula khusuk menyimak.
Why not?”
“Halah. Lagumu, Cil. Plenot, plenot…” sahut si Monyet.

“Sederhana Bung. Karena virus kursi gila itu pertama kali berkembang di kalangan politisi. So, ada baiknya jika bangsa kita tidak perlu ikut-ikutan bangsa manusia, menjadi politikus. Bangsa kita tidak membutuhkan ilmu perkursian. Lagipula, bangsa kita sudah mempunyai hukum yang elok. Di kalangan manusia, hukum yang kita jalani di rumah kita ini, dikenal dengan hukum rimba. Terdengar sangat kasar, bukan? Padahal hukum kita ini adalah sebuah hukum yang dicipta Tuhan dengan segala welas-asihnya. Hukum yang ada di tempat kita ini merupakan hukum yang lahir dari kearifan-kearifan di tanah kita. Maka kita tidak perlu capek-capek comot sana-sini dari hukum-hukum yang ada di daerah lain. Tentu saja, akan terasa sangat memaksa jadinya bila kita mengadopsi hukum-hukum dari daerah lain.”

“Kenapa kita tidak boleh menggunakan hukum daerah lain?” tanya Babi Hutan yang sedari tadi asyik-masyuk njerum* dalam lumpur.

Lho, kok kenapa. Kan setiap wiyah punya local wisdom (kearifan lokal) masing-masing, tentu saja tidak akan cocok kalau kita menggunakan hukum-hukum yang ada di tetangga kita. Dan jika kita pergi ke tanah perantauan. Tentu kita juga harus mengadaptasikan diri pada kearifan-kearifan lokal yang ada di sana.”

Semut: “Tul. Betul maksud saya saudara. Jalani hidup apa adanya, dan jangan memaksakan sesuatu yang bukan tempatnya. Di mana bumi dipijak, disitu langit dijunjung! Asal kalian jangan pada sembrono nginjek-nginjek aku yang kecil ini.”

Dorr! Dorr! Dorr!

Pembicaraan pun berhenti setelah terdengar suara tembakan. Satu per satu binatang-binatang tunggang-langgang meninggalkan ruang pergosipan.
________________________________________________
*berendam
Mengemas ulang coretan lama.
Ciputat 13/09/2012

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah dan Khittah PPMI Assalaam

Sejarah Berdiri PPMI Assalaam Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam merupakan karya besar yang lahir dari kegiatan pengajian keluarga. Bermula dari kecintaan H. Abdullah Marzuki dan istri, Hj. Siti Aminah, terhadap kegiatan pengajian keislaman Bapak H. Abdullah Marzuki di sela-sela kesibukan mengelola bisnis penerbitan Tiga Serangkai (TS), beliau mengajak semua keluarga, termasuk keluarga pegawai TS, untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pengajian demi meningkatkan kualitas Ilmu, iman, Islam, dan amal saleh. Di lihat dari latar belakang keluarga, sejak awal keluarga H. Abdullah Marzuki memiliki komitmen yang tinggi terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Sebelum terjun ke dunia penerbitan dan percetakan, beliau dan istri sudah menjalankan profesi sebagai guru ( mu’allim ). Jiwa mendidik ini menggelora dan mendarah daging dalam urat nadi keluarga beliau sehingga di mana pun beliau berada selalu peduli terhadap pendidikan. Kepedulian beliau terhadap pendidika...

Dualisme-Cartesian; Dalam Perdebatan Para Filosof

Dualisme-Cartesian; Dalam Perdebatan Para Filosof [i] Oleh: Ngabdulloh Akrom Abstraksi Keterpilahan antara kesadaran [mind] dan materi [matter]—dualisme cartesian—dianggap ikut bertanggung jawab terhadap munculnya pelbagai krisis global, seperti krisis ekologi, kekerasan, konflik yang makin mengental, reifikasi, alienasi, dan dehumanisasi. Fenomena ini juga tidak dapat lagi dugunakan untuk memahami fenomena-fenomena fisis, biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang saling terkait satu sama lain. [ii] Sekilas melihat, begitu mengerikan dampak dari dualisme-cartesian. Karena pernyataan di ataslah penulis ingin mengkaji lebih terperinci mengenai dualisme-cartesian. Dalam makalah ini, penulis mencoba melihat secara kritis apa itu dualisme-cartesian, dan membandingkan pemikiran antara Descartes, Hobbes, Locke dan Leibniz mengenai dualisme-cartesian. Untuk sistematika penulisannya, penulis melihat bagaimana pemikiran Descartes mengenai hubungan antara ji...

8 Tips Menulis Novel Fiksi ala Paulo Coelho

Bagi Anda para pecinta fiksi mistik, sufistik atau filosofis, tentu tak asing dengan nama penulis berdarah Amerika Latin, Paulo Coelho. Dari tangannya, terlahir karya masyhur seperti; The Alchemist, The Zahir, The Witch of Portobello, Eleven Minutes, The Winner Stands Alone dan sebagainya. Karya-karyanya telah terjual lebih dari 100 juta kopi, diterjemahkan dalam 67 bahasa di 150 negara di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Dalam web blog pribadinya, Coelho berbagi tips cara menulis buku atau novel sebagaimana pengalamannya selama ini kepada para penggemarnya. Berikut adalah beberapa cara yang perlu harus lakukan: Pertama, Keyakinan. Anda tidak bisa menjual buku yang diterbitkan berikutnya jika kita memandang rendah buku yang baru saja Anda terbitkan. Jadi, berbanggalah dengan apa yang Anda miliki. Ke dua, Percaya. Percayalah kepada pembaca, jangan menjelaskan sesuatu terlalu detail. Cukup beri petunjuk dan, biarkan para pembaca memenuhi petunjuk tersebut de...