Ursula K. Leguin, A Wizard Of Earthsea, Alih Bahasa: Harisa Permatasari. Jakarta: Media Klasik Fantasi (MKF), 2010. 335 halaman.
Bahasa bukan sekadar alat untuk berkomunikasi. Lebih dari itu, bahasa layaknya toko serba ada yang menyajikan segalanya. Tak ada satu pun yang bisa berdiri bebas di luar bahasa. Setiap benda di mana pun berada, memiliki nama dalam bahasa tersendiri. Di dunia Earthsea terdapat kepercayaan bahwa setiap benda memiliki nama sejati. Setiap nama sejati jalin-berkelindan membuat equilibrium (keseimbangan) semesta. Seiring ditemukannya benda baru, nama-nama sejati akan selalu bertambah. Mustahil untuk menghafal semua nama sejati, meski ajal menjelang.
Jika penyihir telah merapalkan nama sejati sesuatu, mereka berkuasa penuh atasnya. Maka, untuk menjadi ahli magi dibutuhkan kedewasaan yang tinggi dalam menjaga equilibrium semesta. Sebab magi tak sekadar permainan yang mengharap tepuk tangan atau sebuah pengakuan. Di dunia Earhsea, tak ada rahasia antar-penyihir, kecuali nama sejati masing-masing.
***
A Wizard of Earthsea, sebuah novel yang mengisahkan perjalanan seorang anak yang digariskan menjadi penyihir terkenal dari Gont. Diawali dengan kisah Duny, anak seorang pandai besi—ditinggal mati ibunya ketika usianya belum genap satu tahun. Duny tumbuh sebagai anak pendiam dan pemurung. Sehari-hari ia menggembala domba. Duny kecil tak sadar di dalam dirinya terdapat kekuatan sihir yang dahsyat. Suatu kali ia mendengar domba-domba berbicara, Duny mengikuti beberapa kata yang tidak ia pahami dan, hewan gembalaannya mengejar-ngejarnya.
Di kalangan teman sebayanya, Duny nampak aneh dan menyeramkan, sebab kemana ia pergi, selalu dikelilingi elang. Tak ayal, ia dijuluki Sparrowhawk. Menjelang usia tiga belas tahun, Sparrowhawk menyelamatkan desa dari serangan prajurit Kekaisaran Kargad—sebuah kerajaan yang sedang gencar-gencarnya melakukan ekspansi kekuasaan. Ia menggunakan ilmu sihirnya melampaui batas kewajaran hingga lumpuh tak berdaya. Berita itu kehebatan Sparrowhawk membawa Ogion—seorang penyihir Re Albi, terkenal sebagai penjinak gempa—menyambanginya. Lelaki inilah yang memberi Duny nama sejati “Ged”. Dengan persetujuan ayahnya, Ged menjadi murid Ogion.
Bagaikan pungguk merindukan bulan, Ged yang telah tinggal berhari-hari bersama master sihir, sama sekali Ogion tak mengajarinya matra sihir. Saban hari, Ogion selalu diam sebagaimana julukannya—Ogion yang sunyi. Saat berbica, Ogion seperti orang yang baru kali pertama belajar bahasa. Di dekatnya—Ged yang selalu disanjung-sanjung di kampung halamannya—merasa seperti anak yang bodoh. Ia hanya diminta mengenal seluk-beluk sebuah benda sebelum mengetahui nama sejatinya, selain membaca kitab-kitab sihir.
***
Ketika musim berganti, Ged diminta mengumpulkan bunga di hutan. Ia bertemu putri penguasa Re Albi yang selalu ingin melihat aksi sihir Ged. Demi menjaga harga diri, atas permintaan gadis yang ia temui di hutan, diam-diam Ged mengambil buku mantra milik Ogion. Saat sedang mencari-cari, matanya terhenti pada sebuah mantra pemanggil arwah. Setelah selesai merapalkan mantra suasana menjadi gelap total, muncul sebuah bayangan yang mencoba untuk meraih Ged. Pintu terbuka lebar, seseorang dengan cahaya putih berpendar disekitar mengusir kegelapan. Karena kejadian itu, Ged diminta memilih untuk melanjutkan berguru kepada Ogion atau belajar di sekolah sihir tempat seni sihir tinggi diajarkan, pulau Roke. Demi mengejar kejayaan dan kebebasan, Ged muda memilih belajar di Roke.
Pergi dengan membawa surat rekomendasi, Ged diterima di sekolah sihir. Bakat alamiah Ged dalam ilmu sihir membuatnya dalam waktu singkat dikenal hampir seluruh penghuni Roke. Bahkan karena kecerdasannya, seorang master mantra harus membuat kelas husus baginya. Di sekolah sihir, Ged merasa memiliki musuh yang dipandang selalu mengoloknya, Jasper. Ia juga memiliki sahabat karib yang suka makan dan selalu menghibur, Vest. Di antara Ged dan Vest tak ada satu pun rahasia, bahkan nama sejati masing-masing.
Selain itu Ged juga memiliki binatang peliharaan bernama Hoeg. Ia selalu bersembunyi di balik tudung jubah tuannya. Perselisihan antara Ged dan Jasper tidak pernah terjadi secara terbuka, hingga suatu ketika Ged merasa tak tahan dan terjadilah pertarungan ilmu sihir. Rasa iri dan sombang membuat Ged lupa petuah bijak Ogion, “Setiap kata atau aksi dari seni yang kita ucap atau lakukan akan mendatangkan kebaikan atau kejahatan. Sebelum kau bicara atau bertindak, kau harus tahu berapa harga yang harus dibayar.” (hal. 49)
Lagi-lagi Ged membuat kesalahan yang sama. Ia merapalkan mantra pemanggil Arwah dan, bayangan hitam kembali muncul keluar dari tubuh Ged. Ged harus membayar mahal atas perbuatannya ini, tak hanya kehilangan ilmu sihir dan kecerdasannya, ia juga harus kehilangan Archmage (pemimpin tertinggi ahli sihir) dalam upaya menyelamatkan Ged dari bayangan tanpa nama.
Sementara itu, bayangan tanpa nama menunggu Ged di luar pulau Roke, membuat kerusakan di dunia luar. Dari sini, dimulailah petualangan Ged melawan Naga dan bayangan tanpa nama.
***
Anda boleh saja tidak setuju jika novel ini dibanding-bandingkan dengan Harry Potter. Barang kali, Anda akan mengatakan ini sekadar strategi pemasaran. Tolong buang jauh-jauh asumsi itu, don’t judge the book by the cover. Sebab keduanya memiliki beberapa persamaan; novel yang hampir 40 tahun lebih awal ini, menceritakan pendidikan dan perkembangan penyihir muda berbakat yang bertahan dalam beberapa situasi sulit sebelum menghadapi kekuatan kegelapan. Persamaan lainnya adalah, Archmage keduanya mati saat berusaha menyelamatkan tokoh utama. Jika demikian, rasanya tidak berlebihan jika di sampul depan tertulis, “Sebuah buku yang mengilhami cerita Harry Potter dan Eragon.” Di sisi lain, mitologi Naga juga terdapat dalam keduanya.
Ursula K. Leguin memiliki kekuatan tersendiri dalam bukunya ini, terutama kelihaiannya dalam menggambarkan realitas dengan kata-kata. Ia begitu detail dalam menyebut nama-nama daerah, mitos, karakter laut dan pegunungan, serta mengupas peristilahan magi hingga keakarnya. Penuturan yang meyakinkan menunjukkan kejernihan imajinasi Le Guin. Meski terdapat sedikit dialog, tak jarang Le Guin membuat pembaca sontak berkata, “amazing”, seraya berdecap kagum akan kekuatan sihir Le Guin.
Sudah sepatutnya kita berikan acungan jempol kepada Harisa Permatasari dan, semua pihak MKF yang memastikan kelayakan terbit buku ini. Berkat kerja keras mereka, selain enak dibaca, ruh cerita dan nilai puitisnya tak hilang. Terlepas dari itu A Wizard of Earthsea patut dikoleksi para pecinta fiksi fantasi Indonesia.
Teruntuk MHD Haikal yang memberikan buku ini.
Terimakasih.
Komentar
Posting Komentar