Langsung ke konten utama

Mengurai Kembali Sisi Kearifan Timur


Ngabdulloh Akrom

Kisah-kisah kearifan masa lalu, terutama kisah kearifan Timur, semakin luas digunakan sebagai rujukan dalam setiap persoalan yang muncul. Sejauh mana relevansi filosofi kehidupan itu mampu memaknai kekinian hidup?
Berkat kemajuan teknologi informasi, kejadian di satu tempat bisa disebarluaskan ke seluruh dunia pada saat yang sama. Hal itu dapat dilihat dari reaksi yang muncul di sejumlah tempat. Fenomena inilah yang disebut Jusuf Sutanto sebagai Tarian Perubahan atau The Dance of Change.

Gambaran gajah raksasa liar yang sedang menari diberikan terhadap The Dance of Change yang, menurutnya, tidak dapat diprediksi ke mana arah gerak tariannya. Pun tidak ada yang dapat membendung geraknya. Ketika mencoba menjinakkan gajah melalui kakinya, maka disepaknya. Ketika menjinakkan dengan memegang ekor, akan diseretnya. Ketika menjinakkan melalui belalai, akan diempaskannya. Ketika menjinakkan melalui kepala atau perutnya, tangan tidak bisa menggapai untuk merengkuhnya. Apakah mungkin menjinakkan melalui lututnya?

Jawabnya tidak (hal xvi). Menurut Jusuf, yang dibutuhkan adalah pemimpin yang turut menari bersama. Ia menyebutnya The Dancing Leader. Itulah kearifan yang dibutuhkan.


Kearifan Timur
Melalui cerita-cerita pendek yang sarat hikmah, Jusuf mengajak kita memahami filosofi hidup, here and now. Ia mengajarkan gagasan kemanunggalan antara konsep dan perbuatan. Juga mencoba meracik kearifan-kearifan masa lalu dan mencari relevansinya terhadap masa kini serta ke depannya.

Dalam penulisannya, ia menggunakan simbol-simbol yang sarat makna. Sekejap dari sampul buku, mungkin hanya melihat sekadar huruf Kanji belaka. Akan tetapi, jika ditelisik lebih jauh, huruf Kanji pada sampul adalah gambaran mengenai keharmonisasian yang terjadi pada alam. Secara umum buku ini mencoba mengangkat kembali kearifan Timur, terutama Tai Chi, yaitu mengenai keharmonisan antara unsur feminin (Yin) dan unsur maskulin (Yang). Huruf atas pada sampul depan melambangkan ketegasan karakter unsur maskulin, sedangkan huruf bawah merupakan simbol kemengaliran unsur feminin.

Melalui filosofi seni kaligrafi, Jusuf mencoba mendobrak pola tulis manusia modern yang hanya terpaku pada tetikus dan keyboard. Dalam sebuah perkuliahan, dengan logatnya yang kental khas Jawa, ia berkata: ”Anak-anak zaman sekarang mulai dikungkung daya kreativitasnya dengan mouse dan keyboard yang kaku dan monoton. Mereka tidak lagi diajarkan bagaimana tangan menari di udara ketika menulis kaligrafi. Mereka tidak diajarkan bagaimana tangan menyatu dengan kuas membentuk guratan tulisan yang indah.... The Creator melukis alam.”

Layaknya kearifan Timur lainnya—Yahudi, Kristen, Islam, Kejawen, Zoroaster, dan lain-lain—melalui Tai Chi, Jusuf menekankan adanya hubungan harmonis antara manusia dan alam. Juga bagaimana alam mengajarkan manusia untuk mengenal Tuhan-nya. Jusuf mengutarakan kritik halus terhadap modernisme yang melakukan eksploitasi besar-besaran terhadap alam. Misalnya, kritik atas paradigma scientism yang memandang bahwa segala sesuatu dikatakan ilmiah jika dapat diukur melalui indera, yang berujung pada nihilisme. Tampaknya, Jusuf menapaki jejak pemikiran Fritjof Capra yang banyak melakukan kritik terhadap ketimpangan yang terjadi dalam pola hidup manusia modern dan tradisi. Dalam hal ini, tentu saja Tai Chi adalah solusi yang ia tawarkan.

Pemahaman filosofis
The Dance of Change tergolong buku yang memberikan pencerahan. Hampir semua cerita yang disampaikan diberi catatan penjelas walau sebagian tidak. Jusuf masih memberikan ruang bebas kepada pembaca untuk melakukan kontemplasi demi memperoleh kesadaran dengan sendirinya. Ini dilakukan agar cerita yang disajikan tidak hanya bersifat informatif belaka, tetapi mampu mendarah-daging dalam diri pembaca.
Jangan pernah mengaku sebagai pencinta alam dan jangan pernah bicara bagaimana mengatasi krisis ekologi jika belum pernah membaca buku ini. Menjadi pencinta alam bukanlah sebuah tren atau gaya hidup yang harus diikuti. Jika menjadi pencinta alam hanya karena tren, akan luluh-lantak digilas tren yang datang dari efek The Dance of Change.

Seperti banyak dikisahkan, cinta terhadap alam adalah buah dari kesadaran mengenai Tuhan, diri, dan alam. Wuwei adalah istilah yang memiliki banyak makna, yang digunakan dalam ajaran Tao mengenai hubungan antara manusia dan alam. (Xiaogan Liu. ”Non-Action and the Environment Today: A Conceptual and Applied Study of Laozi’s Philosophy’)

Di luar persoalan itu, ada beberapa kesalahan kecil berkenaan dengan teknik penulisan. Penempatan tanda baca yang kurang tepat serta kalimat-kalimat panjang memiliki dampak terhadap pemahaman si pembaca. Alih-alih hanya satu-dua kalimat saja, hampir setiap cerita kerap kali kita temukan.

Selain itu, ketika menjelaskan istilah dalam kaligrafi, baiknya diikuti dengan simbolnya. Seperti pada bagian pengantar, sewaktu menjelaskan bagaimana terbentuknya kata sabar. Jusuf tidak memberikan simbol untuk kata pisau, hati, dan kata sabar itu sendiri sehingga pembaca yang tidak mengenal huruf tersebut akan kesulitan memahami sisi filosofis dari huruf dalam sampul depan.

Buku ini sungguh tepat diapresiasi sebagai referensi untuk mengenal filosofi kehidupan dari kearifan Timur. Jusuf cukup luas mengurai betapa pentingnya menguak kembali kearifan Timur dan mencari relevansinya untuk kehidupan kekinian. Meski demikian, kita boleh juga menyampaikan catatan kritis tentang sejauh mana dan atas dasar apa kearifan Timur layak untuk dikaji ulang.

Ngabdulloh Akrom, Mahasiswa Program Studi Islamic Studies di Islamic College for Advanced Studies (ICAS), Jakarta

Artikel resensi ini dimuat di KOMPAS pada Minggu 20 Februari 2010

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah dan Khittah PPMI Assalaam

Sejarah Berdiri PPMI Assalaam Pondok Pesantren Modern Islam (PPMI) Assalaam merupakan karya besar yang lahir dari kegiatan pengajian keluarga. Bermula dari kecintaan H. Abdullah Marzuki dan istri, Hj. Siti Aminah, terhadap kegiatan pengajian keislaman Bapak H. Abdullah Marzuki di sela-sela kesibukan mengelola bisnis penerbitan Tiga Serangkai (TS), beliau mengajak semua keluarga, termasuk keluarga pegawai TS, untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pengajian demi meningkatkan kualitas Ilmu, iman, Islam, dan amal saleh. Di lihat dari latar belakang keluarga, sejak awal keluarga H. Abdullah Marzuki memiliki komitmen yang tinggi terhadap dunia pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Sebelum terjun ke dunia penerbitan dan percetakan, beliau dan istri sudah menjalankan profesi sebagai guru ( mu’allim ). Jiwa mendidik ini menggelora dan mendarah daging dalam urat nadi keluarga beliau sehingga di mana pun beliau berada selalu peduli terhadap pendidikan. Kepedulian beliau terhadap pendidika...

Dualisme-Cartesian; Dalam Perdebatan Para Filosof

Dualisme-Cartesian; Dalam Perdebatan Para Filosof [i] Oleh: Ngabdulloh Akrom Abstraksi Keterpilahan antara kesadaran [mind] dan materi [matter]—dualisme cartesian—dianggap ikut bertanggung jawab terhadap munculnya pelbagai krisis global, seperti krisis ekologi, kekerasan, konflik yang makin mengental, reifikasi, alienasi, dan dehumanisasi. Fenomena ini juga tidak dapat lagi dugunakan untuk memahami fenomena-fenomena fisis, biologis, psikologis, sosial, dan spiritual yang saling terkait satu sama lain. [ii] Sekilas melihat, begitu mengerikan dampak dari dualisme-cartesian. Karena pernyataan di ataslah penulis ingin mengkaji lebih terperinci mengenai dualisme-cartesian. Dalam makalah ini, penulis mencoba melihat secara kritis apa itu dualisme-cartesian, dan membandingkan pemikiran antara Descartes, Hobbes, Locke dan Leibniz mengenai dualisme-cartesian. Untuk sistematika penulisannya, penulis melihat bagaimana pemikiran Descartes mengenai hubungan antara ji...

8 Tips Menulis Novel Fiksi ala Paulo Coelho

Bagi Anda para pecinta fiksi mistik, sufistik atau filosofis, tentu tak asing dengan nama penulis berdarah Amerika Latin, Paulo Coelho. Dari tangannya, terlahir karya masyhur seperti; The Alchemist, The Zahir, The Witch of Portobello, Eleven Minutes, The Winner Stands Alone dan sebagainya. Karya-karyanya telah terjual lebih dari 100 juta kopi, diterjemahkan dalam 67 bahasa di 150 negara di dunia, termasuk bahasa Indonesia. Dalam web blog pribadinya, Coelho berbagi tips cara menulis buku atau novel sebagaimana pengalamannya selama ini kepada para penggemarnya. Berikut adalah beberapa cara yang perlu harus lakukan: Pertama, Keyakinan. Anda tidak bisa menjual buku yang diterbitkan berikutnya jika kita memandang rendah buku yang baru saja Anda terbitkan. Jadi, berbanggalah dengan apa yang Anda miliki. Ke dua, Percaya. Percayalah kepada pembaca, jangan menjelaskan sesuatu terlalu detail. Cukup beri petunjuk dan, biarkan para pembaca memenuhi petunjuk tersebut de...