Beberapa waktu lalu, aku dikagetkan ketika sedang bercakap-cakap dengan kawan mengenai masa depan. Ketika sedang asyik berbicara tentang isu-isu kenegaraan. Aku bertanya pada temanku, “Kapan kamu akan menikah, Brad?” Dia tersenyum padaku, kemudian dia menjawab panjang “Kenapa kita harus menikah? Apakah yang kita inginkan dari sebuah pernikahan? Dipijitin? Ada panti pijat atau kalau lu punya duit tinggal spa, beres kan!?. Pengen dicuciin baju kita? Gampang..., ini zaman modern cuy, ada mesin cuci juga ada laundry. Pengen dimasakin? Apa lagi yang ini, sekarang ini banyak restoran siap saji, bisa tinggal telfon. Kalau g punya duit, bisa di abang-abang pinggir jalan atau Warteg. Atau pengen diservis?? Tuh, di pinggir jalan aja banyak.” Kemudian dia mengakhiri bicaranya dengan tertawa terbahak-bahak, dan isapan rokok mengakhiri tawanya. Kepulan asap pun melingkupi wajahnya yang bulat.
Benar-benar sial, gara-gara percakapan siang itu, pada malam hari aku memutar semua isi kepalaku dan termangu. Aku mencoba memahami apa makna dibalik pernikahan semampuku. Namun perkataan temanku, masih saja menjejali pikiranku. Aku kembali mengobrak-abrik catatan-catatan lamaku. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah catatan mengenai pernikahan. Tulisan itu sedikit genit, karena ia berjudul MENIKAHI TUHAN. Tulisan itu menceritakan demikian. Pernikahan adalah sesuatu yang suci dan mulia. Ketika kita menikah, berarti kita menebarkan dimensi kasiah-sayang (aspek jamaliah) yang berada dalam diri kita. Semua tradisi atau agama, menyatakan bahwa Tuhan berada dalam setiap manusia, atau Tuhan melingkupi segala wujud yang ada. Kalau kita perhatikan apa yang ada di sekitar kita, semua pasti terlingkupi oleh aspek maskulin (keperkasaan) dan feminin (kelemah-lembutan). Tidak berarti bahwa yang maskulin itu harus laki-laki, dan feminin harus perempuan. Namun acap kali kita temukan aspek maskulin pada laki-laki dan feminin pada perempuan. Bukan berarti kalau kita menemui hal diluar itu adalah sebuah kesalahan. Melainkan itu menandakan bahwa Tuhan sebagai yang Maha Takterbatas (The Infiniti). Karena Dia tidak terbatas, maka itu ia memancar kesegala penjuru. Apa pun bentuknya.
Jika dalam sebuah pernikahan hanya karena kebutuhan seksual belaka, maka cinta yang demikian tidak akan langgeng atau abadi. Karena seiring dengan bergulirnya waktu, kebutuhan seksualitas manusia akan berkurang. Dan daya tarik seksualitas seseorang juga berkurang termakan oleh ruang dan waktu.
Begitu halnya dengan cinta yang yang dikarenakan atas harta, popularitas, keturunan, trend, pangkat, atau hal lainnya yang hanya terpaku pada masalah duniawi, maka cinta itu akan kandas di tengah jalan. Cinta yang demikan adalah perwujudan dari cinta kepada dirinya sendiri, namun dikemas dalam fisik orang lain (pasangan kita). Jika kita berkeinginan agar cinta kita abadi, maka “nikahilah Tuhan”. Karena Tuhan adalah entitas (keberadaan) yang takterbatas. Karena takterbatas, maka dia beyond time and space. Karena melampaui ruang dan waktu, maka Dia (Cinta) Abadi.[]
Kampoeng oetan
lapalan janoeari, riboe sepoeloeh
Benar-benar sial, gara-gara percakapan siang itu, pada malam hari aku memutar semua isi kepalaku dan termangu. Aku mencoba memahami apa makna dibalik pernikahan semampuku. Namun perkataan temanku, masih saja menjejali pikiranku. Aku kembali mengobrak-abrik catatan-catatan lamaku. Hingga akhirnya aku menemukan sebuah catatan mengenai pernikahan. Tulisan itu sedikit genit, karena ia berjudul MENIKAHI TUHAN. Tulisan itu menceritakan demikian. Pernikahan adalah sesuatu yang suci dan mulia. Ketika kita menikah, berarti kita menebarkan dimensi kasiah-sayang (aspek jamaliah) yang berada dalam diri kita. Semua tradisi atau agama, menyatakan bahwa Tuhan berada dalam setiap manusia, atau Tuhan melingkupi segala wujud yang ada. Kalau kita perhatikan apa yang ada di sekitar kita, semua pasti terlingkupi oleh aspek maskulin (keperkasaan) dan feminin (kelemah-lembutan). Tidak berarti bahwa yang maskulin itu harus laki-laki, dan feminin harus perempuan. Namun acap kali kita temukan aspek maskulin pada laki-laki dan feminin pada perempuan. Bukan berarti kalau kita menemui hal diluar itu adalah sebuah kesalahan. Melainkan itu menandakan bahwa Tuhan sebagai yang Maha Takterbatas (The Infiniti). Karena Dia tidak terbatas, maka itu ia memancar kesegala penjuru. Apa pun bentuknya.
Jika dalam sebuah pernikahan hanya karena kebutuhan seksual belaka, maka cinta yang demikian tidak akan langgeng atau abadi. Karena seiring dengan bergulirnya waktu, kebutuhan seksualitas manusia akan berkurang. Dan daya tarik seksualitas seseorang juga berkurang termakan oleh ruang dan waktu.
Begitu halnya dengan cinta yang yang dikarenakan atas harta, popularitas, keturunan, trend, pangkat, atau hal lainnya yang hanya terpaku pada masalah duniawi, maka cinta itu akan kandas di tengah jalan. Cinta yang demikan adalah perwujudan dari cinta kepada dirinya sendiri, namun dikemas dalam fisik orang lain (pasangan kita). Jika kita berkeinginan agar cinta kita abadi, maka “nikahilah Tuhan”. Karena Tuhan adalah entitas (keberadaan) yang takterbatas. Karena takterbatas, maka dia beyond time and space. Karena melampaui ruang dan waktu, maka Dia (Cinta) Abadi.[]
Kampoeng oetan
lapalan janoeari, riboe sepoeloeh
Komentar
Posting Komentar